Langsung ke konten utama

Aktual

Maumere, ‘Roma-nya Indonesia’ dalam Pusaran Perdagangan Orang dan Prostitusi Anak

(Dimuat di katolikana.com , 23Juli 2021) Oleh: Ermelina SIngereta (Sebuah catatan penanganan kasus perdagangan orang di Maumere, Flores, NTT) Perdagangan orang untuk tujuan diekspolitasi secara seksual (prostitusi) khususnya penempatan di lokasi prostitusi bukanlah informasi dan masalah baru bagi kita. Seringkali orang menganggap bahwa ini masalah sosial, moral, dan budaya, yang kerapkali terjadi dan dilakukan di masyarakat.

Biarawan Terduga Pelecehan Masih Bebas Berkeliaran di Tengah Anak-Anak Imbas Lambannya Penanganan Kasus

Selasa, 16 Maret 2021

DEPOK, KOMPAS.com - Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPA) mengungkapkan, pelaku pelecehan anak di sebuah panti asuhan di Depok masih bebas berkeliaran.

Ia adalah seorang biarawan berinisial LLN yang dikenal dengan sebutan Bruder Angelo.

"Sampai saat ini terlapor yang dikenal sebagai Bruder Angelo atau 'kelelawar malam' oleh korbannya, masih bebas berkeliaran bahkan membuka panti lagi dan hidup bersama anak-anak di bawah umur," ujar Kompolnas dan KPPA dalam rilis mereka.

Kedua instansi tersebut mendesak Polres Depok, yang menangani kasus tersebut, untuk melakukan upaya ekstra guna menemukan bukti pelecehan dan menangkap pelaku.

LLN dilaporkan ke polisi pada 13 September 2019 karena diduga mencabuli tiga anak yang ia asuh di sebuah panti asuhan di Depok, Jawa Barat.

Setelah hampir tiga bulan ditahan, LLN bebas karena polisi tidak mampu melengkapi berkas pemeriksaan. Para korban diketahui sudah terpencar usai panti asuhan mereka dibubarkan.

Poengky Indarti dari Kompolnas berharap Polres Depok benar-benar menggunakan berbagai cara semaksimal mungkin agar kasus tersebut bisa segera diselesaikan.

"Dari Kompolnas akan kami kawal. Kami sudah terima pengaduan dari lawyer secara resmi dan akan ditindaklanjuti dan akan melakukan gelar perkara agar kasus ini bisa dijalankan dengan lebih baik," ujar Poengky, Selasa (16/3/2021).

Sementara itu, Plt Deputi Perlindungan Anak di KPPA, Nahar, membuka kesempatan bagi Polres Depok untuk mengonsultasikan kasus tersebut kepadanya jika menemukan kesulitan dalam pengungkapan kasus.

"Saya yakin kasus ini bukan kasus pelik. Ini kasus biasa. Mari kita jaga kepercayaan masyarakat," kata Nahar.


Pembiaran dari polisi

Ermelina Singereta selaku kuasa hukum para korban mengatakan ada dugaan pembiaran kasus oleh polisi.

"Kami sering sekali menanyakan perkembangan laporan pada kasus ini dan juga selalu memberikan informasi terkait dengan keberadaan pelaku yang kami dapatkan dari berbagai pihak," ujar Ermelina.

"Sepertinya ada pembiaran yang dilakukan oleh Polres Depok untuk tidak memproses kasus ini dengan cepat dan menunggu desakan publik secara terus menerus," imbuhnya.

Kuasa hukum lainnya, Judianto Simanjuntak, mengatakan bahwa polisi terkesan lamban dalam menangani kasus tersebut.

"Seharusnya jika ada kekurangan yang perlu ditambahkan maka kepolisian berkoordinasi dengan kuasa hukum dan pihak terkait lainnya," pungkasnya.

Polisi sebelumnya berdalih kesulitan untuk meminta keterangan tambahan dari para korban, sehingga kasus terkesan mandek.


Polisi ungkap kendala yang dihadapi

Ipda Tulus selaku PPA Restro Depok mengatakan, ada dua kendala yang dialami penyidik sehingga kasus ini menguap hampir dua tahun.

Polisi, kata Tulus, telah memeriksa dua lokasi yang diduga menjadi tempat kejadian pelecehan.

Lokasi pertama yang diperiksa adalah tempat cukur rambut saat Bruder Angelo mengantarkan sejumlah anak panti asuhan.

Dari hasil penyelidikan diketahui bahwa tukang potong rambut sudah berganti.

"Jadi untuk saat ini kita belum dapat menemukan siapa yang bisa memberikan keterangan kalau di bulan Juni 2019 itu ada kejadian potong rambut dengan memakai angkot anak asuh," kata Tulus dalam diskusi daring, Minggu (14/3/2021).

Hal yang sama juga dialami saat penyidik mendatangi lokasi pecel ayam. Tempat ini menjadi lokasi kedua Bruder Angelo diduga mencabuli anak asuhnya di sebuah kamar mandi.

Ketika penyidik mendatangi TKP, kata Tulus, lokasi pecel ayam itu telah rata dengan tanah karena digusur. Alhasil, sulit untuk membuktikan adanya pencabulan di lokasi itu.

"Setelah kita telusuri dimana pecel ayam pada saat bulan Juli itu ada, ternyata sudah pindah tidak jauh dari situ. Tapi orangnya sudah beda karena para pekerja pecel ayam itu tidak menetap," jelas Tulus, seperti dilansir Tribunnews.com.

Dijelaskan Tulus, masalah inilah yang menjadi salah satu kendala dalam melengkapi berkas perkara setelah penetapan Bruder Angelo sebagai tersangka.

Pasalnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) meminta adanya kronologi jelas perbuatan pelaku secara rinci saat tengah melakukan tindakan pencabulan terhadap anak panti asuhan.

Dia menuturkan, penyidik juga kesulitan untuk menggali keterangan dari korban. Sebab, sejumlah korban telah keluar dari panti asuhan dan kembali ke kampung halamannya masing-masing.


Komentar

Postingan Populer